Relawan FPBI

Telah 3 tahun, tugas para relawan FPBI dalam aksi kemanusiaan di wilayah Bencana Kegagalan Teknologi yang dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo, di Kec. Porong, Sidoarjo

Kamis, 18 Juni 2009

Kebutuhan Peta Bencana Berbasis GIS

Diposting oleh FPBI di 22.30 4 komentar
Bagaimana kita melakukan aksi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) atau melakukan aksi tanggap bencana (Siaga Bencana) tanpa peta kawasan rawan bencana? Hal yang ironi bagi penangulangan bencana di Indonesia, pelaksanaan aksi di lapangan yang mempunyai kawasan luas dan multi persepsi tanpa peta. Seperti orang buta.

Ketersediaan peta bencana di Indonesia masih jauh dari harapan, diperlukan Pusat Pemetaan Bencana di Indonesia!. Banyak lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang mempunyai program pemetaan tetapi hasilnya masih menimbulkan multi persepsi.


Peta Bencana Berbasis SIG
Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem yang diaplikasikan untuk memperoleh, menyimpan, menganalisa dan mengelola data yang terkait dengan atribut, yang mana secara spasial mengacu pada keadaan bumi. Dalam kondisi yang khusus sistem komputer yang handal dalam mengintegrasikan, menyimpan, mengedit, menganalisa, membagi data menampilkan informasi geografi yang diacu. Pada kondisi yang lebih umum, SIG adalah cara yang memudahkan pengguna untuk membuat query interaktif, menganalisa informasi spasial dan mengedit data. Ilmu informasi geografis adalah ilmu yang mengkombinasikan antara penerapan dengan sistem.

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu alat yang dapat mendukung penetapan keputusan dalam semua fase siklus bencana. Dengan kata lain adalah suatu kata yang menjelaskan tentang semua jenis item dari data yang hendaknya mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi terhadap suatu lokasi atau dapat diukur dalam hal koordinat geografis. Pada awalnya focus dari SIG adalah terutama pada respon bencana. Dengan perubahan paradigma aturan manajemen bencana telah berkembang secara cepat. Proses harus berjalan menjadi suatu kejadian yang mengalir dari penyiapan hingga mitigasi, perencanaan hingga prediksi dan kedaruratan hingga perbaikan. Tiap-tiap aktivitas diarahkan menghasilkan keberhasilan penanganan bencana. Aturan yang dikembangkan termasuk cara yang diambil dalam mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan sejumlah keahlian tergambarkan dari berbagai area yang berbeda. SIG dapat bertindak sebagai antar muka antara semua ini dan dapat mendukung semua fase siklus manajemen bencana.
SIG dapat diterapkan untuk melindungi kehidupan, kepemilikan dan infrastuktur yang kritis terhadap bencana yang ditimbulkan oleh alam; melakukan analisis kerentanan, kajian multi bencana alam, rencana evakuasi dan`perencanaan tempat pengungsian, mengerjakan skenario penanganan bencana yang tepat sasaran, pemodelan dan simulasi, melakukan kajian kerusakan akibat bencana dan kajian keutuhan komunitas korban bencana. Karena SIG adalah teknologi yang tepat guna yang secara kuat merubah cara pandang seseorang secara nyata dalam melakukan analisis keruangan. SIG menyediakan dukungan bagi pemegang keputusan tentang analsis spasial/keruangan dan dalam rangka untuk mengefektifkan biaya. SIG tersedia bagi berbagi bidang organisasi dan dapat menjadi suatu alat yang berdaya guna untuk pemetaan dan analisis.
Penghindaran bencana dapat dimulai dengan mengidentifikasi resiko yang ditimbulkan dalam suatu area yang diikuti oleh identifikasi kerentanan orang-orang, hewan, struktur bangunan dan asset terhadap bencana. Pengetahuan tentang kondisi fisik, manusia dan kepemilikan lainnya berhadapan dengan resiko adalah sangat mendesak. SIG berdasarkan pemetaan tematik dari suatu area kemudian di tumpangkan dengan kepadatan penduduk, struktur yang rentan, latar belakang bencana, informasi cuaca dan lain lain akan menetukan siapakah, apakah dan yang mana lokasi yang paling beresiko terhadap bencana. Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang daerah sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola spasial yang mana mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat dipahami dan membantu mendukung proses pembuatan keputusan.

Penggunaan SIG dalam rentang manajemen resiko bencana dari pembuatan Basis data, inventori, overlay SIG yang paling sederhana hingga tingkat lanjut, analisis resiko , analisis untung rugi, proses geologi, statistik spasial, matriks keputusan, analisis sensitivitas, proses geologi, korelasi, auto korelasi dan banyak peralatan dan algoritma untuk pembuatan keputusan spasial yang komplek lainnya. Sekali lagi dapat dikenali bahwa area dimana resiko dengan potensi bahayanya, proses mitigasi dapat dimulai. SIG dapat digunakan dalam penentuan wilayah yang menjadi prioritas utama untuk penanggulangan bencana berikut penerapan standar bangunan yang sesuai, untuk mengidentifikasi struktur untuk retrofitting, untuk menentukan besarnya jaminan keselamatan terhadap masyarakat dan bangunan sipil, untuk mengidentifikasi sumber bencana, pelatihan dan kemampuan yang dimiliki secara spesifik terhadap bahaya yang dijumpai dan untuk mengidentifikasi area yang terkena banjir serta relokasi korban ke tempat yang aman. Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi prioritas utama dalam melakukan tindakan mitigasi. Semua langkah-langkah yang diambil bertujuan untuk menghindari bencana ketika diterapkan, langkah yang berikutnya adalah untuk bersiap-siap menghadapi situasi jika bencana menyerang. Akibatnya bagaimana jika atau pemodelan kapabilitas SIG telah memberi suatu gagasan yang ideal tentang segala sesuatu yang diharapkan. SIG untuk kesiapsiagaan bencana adalah efektif sebagai sarana untuk menentukan lokasi sebagai tempat perlindungan di luar zone bencana, mengidentifikasi rute pengungsian alternatif yang mendasarkan pada scenario bencana yang berbeda, rute terbaik ke rumah sakit di luar zona bencana itu, spesialisasi dan kapasitas rumah sakit dan lain lain. SIG dapat memberikan suatu perkiraan jumlah makanan, air, [obat/ kedokteran] dan lain lain misalnya untuk penyimpanan barang atau logistik.

Sabtu, 13 Juni 2009

FLU BABI NAIK JADI PANDEMI

Diposting oleh FPBI di 02.39 0 komentar
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memastikan ke negara anggotanya mengenai peningkatan status flu babi sebagai pandemi, Kamis (11/6). Wabah flu global pertama dalam 41 tahun ini dideklarasikan saat infeksinya berkembang di AS, Eropa, Australia, Amerika Selatan serta beberapa wilayah lainnya.

WHO memutuskan untuk meningkatkan level peringatan pandemi dari fase 5 menjadi 6 atau siaga tertinggi yang dideklarasikan seusai rapat darurat dengan beberapa pakar flu. Ketua WHO Dr. Margaret Chan akan menyampaikan pengumuman resmi tentang kondisi flu babi pandemi hari ini.

Ketetapan flu babi sebagai pandemi seperti yang telah lama diantisipasi merupakan konfirmasi ilmiah bahwa virus jenis baru telah muncul dan dengan cepat beredar di seluruh dunia. Ketetapan ini juga memicu produsen obat untuk mempercepat produksi vaksin antiflu babi dan menekankan pemerintah dari seluruh negara untuk menyisihkan dana lebih besar guna mengatasi masalah ini.

"Pada tahap awal, pandemi dapat digolongkan sebagai wabah global dengan keseriusan pada tahap menengah,' jelas WHO dalam sebuah pernyataan. Dengan kesimpulan itu, WHO meminta semua negara untuk tidak menutup perbatasan atau membatasi perdagangan maupun perjalanan warga negaranya.

Produsen vaksin flu seperti GlaxoSmithKline PLC dan Sanofi-Aventis telah berupaya memproduksi vaksin flu babi sejak bulan lalu. Juru bicara GlaxoSmithKline, Stephen Rea, menekankan, perusahaannya siap untuk memproduksi vaksin antiflu babi dalam jumlah besar segera setelah perusahaan ini mengakhiri produksi vaksin antiflu reguler Juli nanti.

Hingga Rabu (10/6), WHO mencatat 74 negara telah melaporkan 27.737 kasus flu babi yang menelan hingga 141 korban jiwa. WHO menekankan sebagian besar kasus terbilang ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus. Namun, kekhawatiran yang meluas adalah timbulnya infeksi baru yang dapat membuat kewalahan sejumlah rumah sakit dan petugas kesehatan terutama di negara- negara miskin. Sumber : Kompas.com

Minggu, 07 Juni 2009

WHO: Pertemuan Darurat Flu Babi

Diposting oleh FPBI di 05.45 0 komentar
Badan Kesehatan Dunia (WHO) hari Jumat mengadakan pertemuan darurat komite ahli flu untuk menentukan apakah badan itu akan mengumumkan tingkat pandemik tertinggi, kata seorang jurubicara.

Jumlah kasus flu babi melonjak menjadi 21.939 dan WHO sejauh ini belum mengumumkan tingkat pandemik tertinggi flu tersebut setelah menaikkan bahaya penyakit itu ke tingkat lima pada akhir April, yang mengisyaratkan bahwa pandemik akan terjadi dengan tingkat bahaya tertinggi enam.

Sedangkan penderita positif flu babi di Australia Jumat malam sudah berjumlah 1.006 orang atau meningkat sebanyak 504 orang dalam dua hari terakhir. Di negara bagian Victoria yang menjadi episentrum wabah flu A H1N1 yang sudah menewaskan sedikitnya 125 orang di dunia ini, jumlah penderita melonjak dari 395 orang menjadi 874 orang, demikian data Departemen Kesehatan Pemerintah Federal Australia di Brisbane.

Jumlah penderita terbesar kedua di Australia ditemukan di New South Wales (NSW) yakni 75 orang, disusul Queensland (32), Australia Selatan (9), Tasmania (6), Australian Capital Territory (5), Northern Territory (3) dan Australia Barat (2).
Departemen Kesehatan Australia mencatat ada kenaikan jumlah penderita flu babi di Victoria sebanyak 122 orang dalam sehari namun tidak dijelaskan pemicu utama terjadinya lonjakan yang demikian tinggi di negara bagian berpenduduk 5,2 juta jiwa itu.

Untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan obat-obatan anti-viral, pemerintah federal Australia telah pun membeli 1,6 juta paket anti-viral Relenza guna memperkuat pasokan obat-obatan nasional. Dengan demikian Australia kini memiliki stok 10,3 juta obatan-obatan antiviral flu, termasuk Tamiflu.
Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan ancaman wabah flu babi 24 April lalu, sudah ada 62 negara yang terjangkit dengan 21.940 kasus dan jumlah penderita yang meninggal mencapai sedikitnya 125 orang.
Dengan terus meluasnya flu H1N1 di Inggris, Spanyol, Jepang, Chile dan Australia telah menggerakkan dunia lebih dekat ke kesiapsiagaan tertinggi wabah virus itu, seorang pejabat senior Organisasi Kesehatan Dunia WHO) mengatakan,
"Ada sejumlah negara yang tampaknya berada pada transisi, bergerak dari kasus-kasus yang berkaitan dengan perjalanan ke tipe perluasan pada masyarakat yang lebih menetap," Keiji Fukuda, penjabat asisten direktur jenderal WHO, mengatakan pada wartawan dalam konferensi jarak jauh.

Menurut perhitungan terakhir WHO, virus flu baru yang dikenal sebagai flu babi itu telah ditemukan di 64 negara, dan tetap paling merata di Amerika Utara. Laboratorium WHO telah mengkonfirmasi hampir 19.000 infeksi termasuk di 117 orang yang telah meninggal. Sumber : antara.com
 

Mitigasi Copyright 2009 Reflection Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez